Tuesday, March 30, 2021

Uji Kaltim Berdaulat

 

imf
IMF Berdaulat

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva:
Kami masih dihadapkan pada ketidakpastian yang luar biasa tentang jalan keluar dari krisis kesehatan dan kami memiliki masa yang sulit di masa depan.
..tapi,
Kami juga akan bekerja dengan anggota kami dalam konsep ekonomi tangguh, mempercepat transisi ke ekonomi digital dan iklim baru

Bilamana Program Vaksinisasi Covid-19 di Wilayah Kaltim berhasil,
andaikan Prusda Kaltim bisa kompak menyelenggarakan Vaksin Gotong Royong untuk Pekerja Kaltim,
sehingga di akhir triwulan 2021 tercapai Herd Immunity Kaltim

Pembangunan apa yang dilakukan pertama kali (dan prioritas) di Kaltim?
Apa yang direncanakan oleh kantor Bappeda Kaltim, hari ini?
Kaltim Berdaulat


Sumbar:
Kumparan

 

 

Saturday, March 27, 2021

Kepastian Vaksin Pekerja di Kaltim

 

ktm
Vaksin Pekerja Kaltim

 
 Program Vaksinisasi Pekerja Kadin Indonesia (Vaksin Gotong Royong) :
  1. Di-target-kan 25-30 juta pekerja
  2. Perusahaan dilarang melakukan komersialisasi vaksin kepada para pekerja dan keluarganya
  3. Berbeda merek dari vaksin gratis

Hasil Sensus Penduduk 2020 Kaltim:
  1. Total Penduduk 3,77- Juta Jiwa
  2. Penduduk usia produktif 70.28% (2,65 juta Jiwa)
  3. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), tahun 2019 1.704.808 orang yg bekerja di Kaltim

Bilamana Perusda Kaltim bisa mengkoordinasikan diri (me-manage diri sendiri) serta bertekat "mengambil" jatah Vaksin Gotong-Royong dari Kadin sebanyak 2-Juta jatah pekerja maka Herd Immunity Kaltim bisa (lebih cepat) tercapai di akhir 2021. Dengan dorongan semangat "Kaltin Berdaulat" tentunya.

Catatan: Berdaulat berarti (kamus besar) mempunyai kekuasaan tertinggi atas suatu pemerintahan negara atau daerah

Sumber:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210127/12/1348596/vaksinasi-gotong-royong-kadin-targetkan-30-juta-pekerja
https://kompas.tv/article/155612/kadin-vaksin-gotong-royong-berbeda-merek-dengan-vaksin-gratis
https://kaltim.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/851/sensus-penduduk-2020-mencatat-jumlah-penduduk-kalimantan-timur-sebanyak-3-77-juta-jiwa.html


 
 
 

 

Thursday, March 25, 2021

Design Istana di IKN

 

ikn
Gambar Design Istana

 Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Diana Kusumastuti (18 Maret 2021): Desain dalam (proses) penyiapan. Basic design sudah ada, basic design terpilih dari desain beberapa arsitek terpilih

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa
Tanggal 17 Agustus 2024 itu Presiden dimungkinkan melaksanakan 17 Agustus itu di ibu kota negara baru


Groundbreaking kantor presiden (Istana Negara) ini dikabarkan bakal dimulai pada April 2021 di lokasi IKN Kalimantan Timur. Design Istana Presiden yang baru bakal mengadopsi desain 'Nagara Rimba Nusa' (pemenang satu sayembara, hasil karya Tim Urban+ yang dimotori arsitek bernama Sibarani Nofian).


Sumber:
https://kumparan.com/kumparanbisnis/mengintip-desain-istana-presiden-di-ibu-kota-baru-dari-hasil-sayembara-1vQB5ZrXqtS?utm_source=msnid&utm_medium=Aggregator

 

 

 

Wednesday, March 17, 2021

Atje Voorstad dan Aminah Sjoekoer di Dunia Pendidikan

 

amin
Buku : Aminah Sjoekoer (1928)

Catatan khusus:

 Sumber/Link Tulisan
 Hasil dari tulisan Ellie Hasan
 Gambar Buku " Aminah Sjoekoer di Atas Kapal Nederlands (1928)" diambil dari Googreads

Sebagian besar orang di kota Samarinda hanya mengenal namanya karena diabadikan sebagai salah satu nama jalan di kota ini. Mereka mengira beliau adalah satu dari pahlawan nasional wanita karena jalan yang memakai nama beliau berdekatan dengan jalan yang memakai nama pahlawan nasional wanita seperti Kartini dan Dewi Sartika.

Segelintir mengenalnya sebagai wanita keturunan Indo Nederland yang menarik karena perannya dalam pendirian sekolah pertama di Samarinda dan dedikasinya sebagai seorang guru di kota ini.

Nama aslinya yang keluarga kami ketahui adalah Atje Voorstad. Anak beliau, Hj. Hariati binti M. Yacob, meyakini bahwa ‘Voorstad' adalah tak lain dari nama belakang atau nama keluarga dari Atje.

Tak ada yang kami ketahui tentang Atje Voorstad sebelum beliau tinggal di Samarinda. Kami tidak tahu apakah beliau murni berdarah Belanda atau adalah keturunan Belanda. Kemungkinan beliau adalah seorang peranakan Belanda, terlahir di Palembang, 20 Januari 1901.

Mungkin, cinta yang membawa Atje sampai ke Samarinda.

Entah tahun berapa, Atje dibawa oleh kekasihnya bernama Raden Rawan dari Jakarta (ada pula yang menyebut dari Semarang) ke Samarinda. Raden Rawan berdarah Banjar dari pihak ibunya. Karena perkawinan, Atje yang disebut-sebut beragama Katolik kemudian memeluk agama Islam dan oleh Raden Rawan diberi nama Aminah. Dengan Raden Rawan Aminah melahirkan seorang anak perempuan.

Namun sayang, rumah tangga mereka tidak berlangsung lama. Aminah diceraikan oleh Raden Rawan, dan dipisahkan oleh putrinya. Kemungkinan ada kekhawatiran dari Raden Rawan dan keluarga bahwa latar belakang kekristenan Aminah akan mempengaruhi putrinya, sehingga nama asli putri mereka pun dirubah oleh mantan suami beliau, dari Mariati menjadi Fatimah.

Lalu Aminah bertemu dengan Muhammad Yacob bin Haji Muhammad Saleh.

Yacob adalah pegawai di kantor milik Belanda. Ia berpendidikan dan aktif di masyarakat yang membuatnya terpandang. Mungkin dengan gairah yang sama akan pentingnya pendidikan di Samarinda kemudian Aminah bersama dengan Yacob merintis Meisje School yang kemudian menjadi Sekolah Kepandaian Puteri (SKP), berlokasi di Yacob Steg (Jalan Yacob, sekarang Jl. Mutiara). Mereka menikah, dan Aminah dikenal dengan sebutan Mevrou Yacob (Nyonya Yacob). Tidak jelas apakah mereka menikah sebelum atau sesudah berdirinya Meisje School. Aminah dan Yacob dikaruniai seorang putra bernama Hermas (meninggal) dan seorang putri yang diberi nama Hariati yang lahir pada tahun 1929 di Samarinda.

Namun sayang, lagi-lagi perkawinan Aminah tidak berlangsung lama.

Aminah diceraikan oleh Yacob dan dipisahkan dengan putri keduanya ini. Kekhawatiran yang sama menjadi penyebab dipisahkannya Aminah dengan putrinya, latar belakang kekristenan Aminah dikhawatirkan mempengaruhi tumbuh kembang sang putri. Hariati sempat diasuh oleh saudari Yacob, Salmah. Namun karena mereka khawatir Hariati direbut kembali oleh Aminah karena beliau saban hari mencoba menemui putrinya yang saat itu masih berusia 2 tahun, Hariati kemudian dilarikan ke Balikpapan melalui jalan Samarinda - Sanga-Sanga – Balikpapan. Kemudian Hariati diasuh oleh saudara Yacob yang paling tua, H. Mansyur yang bekerja di Pertamina Balikpapan.

Aminah sempat sangat depresi karena selalu terpisah dengan putri-putrinya dan tak dapat melihat mereka.

"Ibu ikam tu dulu hampir gila, saban hari menangis" ujar seseorang yang menceritakan kisah ini kepada Hariati.

Ketika mengetahui putrinya diasuh oleh keluarga Yacob di Balikpapan, Aminah terus berusaha mencari sang putri. Seringnya Aminah pulang pergi ke Balikpapan membawanya bertemu dengan Sjoekoer. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai 10 orang anak yang hanya 4 orang diantaranya yang hidup: Saniah, Sabariah, Lasiah, dan Armansyah.

Sepanjang hidup Ibu Aminah di Samarinda, beliau aktif mengajar baik di sekolah formal seperti SD Permandian (sekarang SD Negeri berlokasi dekat kantor pusat PDAM), Sekolah Kepandaian Puteri (SKP), dan sebagai seorang guru privat. Selain mendatangi murid-murid dari rumah ke rumah, beliau juga menerima murid-murid untuk belajar di rumahnya di seputaran Jl. Diponegoro Samarinda.

Di antara murid beliau adalah Ibu. Hj. Lasiah Sabirin, aktivis organisasi Aisyiah dan perintis Badan Kerjasama Organisasi Wanita kota Samarinda dan Ibu Hj. Jumantan Hasyim, seorang tokoh aktivis wanita di kota Samarinda yang pada jamannya dikenal sebagai orator ulung dan isteri dari mantan Walikota Samarinda Bp. Anang Hasyim. Ibu Hj. Lasiah belajar bahasa Belanda dengan Ibu Aminah, sedangkan Ibu Hj. Jumantan adalah murid Ibu Aminah di Meisje School (Sekolah Kepandaian Puteri).

Ibu Aminah berperawakan tinggi semampai dengan postur tubuh yang tegap. Berhidung mancung, berkulit putih, dan rambut yang gelombang. Kesehariannya beliau sering ber-‘tapih kurung’, berkebaya dengan pilihan warna lembut dan seringnya warna putih menjadi kesukaan beliau. Rambut beliau yang panjang dikuncir dan kunciran ini kemudian digelung. Beliau memakai tas wanita berwarna hitam yang seringnya beliau kepit di lengan.

Beliau selalu tampak sehat. Meskipun di Samarinda sudah ada becak sebagai transportasi umum, beliau tetap memilih berjalan kaki dari satu rumah ke rumah lain untuk mengajar privat bagi anak-anak murid beliau.

Dalam ingatan Hj. Lasiah Sabirin yang pernah diajar oleh Ibu Aminah, beliau sebagai seorang guru adalah guru dengan pribadi yang sangat lembut keibuan.

Dalam ingatan Mama, beliau adalah pribadi yang ramah dalam bergaul karena senang menyapa.

Dalam ingatan anak-anak Hariati - mereka menyebut Aminah ‘Nenek Belanda’ - beliau disiplin dan tegas. "Kami rancak takutan mun Nenek Belanda datang, takut dihukum".

Bertahun-tahun kemudian, Ibu Aminah akhirnya berhasil bertemu kembali dengan putri-putrinya, yaitu Fatimah dan Hariati. Ibu Aminah sering datang ke rumah Hariati untuk mengunjunginya dan melihat cucu-cucunya, anak-anak dari Hariati.

Ketika putri Ibu Aminah dengan Sjoekoer, Saniah yang menikah dengan seorang lelaki berdarah Berau pindah ke Jakarta, Aminah pun berkeinginan ikut dengan mereka. Alasan Aminah untuk kembali ke Jakarta adalah untuk menemukan saudara-saudari kandungnya yang waktu Aminah ke Samarinda konon mereka masih tinggal di sana.

Sebelum Aminah meninggalkan Samarinda, beliau berpamitan dengan seluruh kenalan beliau di Samarinda.

Aminah kemudian tinggal di Jakarta bersama putrinya Saniah dan anak-anaknya yang lain. Namun sayang, tidak sempat beliau menemukan kembali sanak saudaranya dan hanya sekitar tiga bulan di Jakarta beliau meninggal, disebut-sebut karena kanker/tumor payudara.

Beliau wafat pada tanggal 3 Maret 1968 pada usia 67 tahun. Dua tahun setelah beliau dikebumikan di Jakarta, beliau kemudian dipindahkan untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Samarinda pada masa Walikota Kadrie Oening, yang rupanya beliau pernah menjadi murid Ibu Aminah. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional di Samarinda dengan upacara layaknya seorang pahlawan.

 ***

Bagaimana pun kisah hidup Ibu Aminah yang sarat dengan drama, ingatan kami kepadanya adalah ingatan akan dedikasi beliau mengajar untuk perkembangan pendidikan awal di Samarinda.

Catatan ini dikumpulkan dan ditulis oleh Ellie Hasan pada tahun 2013 dengan penuturan bersumber dari:

  1. Alm. Hj. Hariati binti M. Yacob dengan Atje Voorstad (lahir 1929), istri dari K.H. A. Sani Karim. Hariati menyebut Aminah dengan sebutan “Ibu Aminah”.
  2.  Alm. Hj. Lasiah Sabirin binti H. Imran Saleh, mengenal akrab sosok Ibu Aminah.
  3.  Alm. Hj. Marsidah (Mama), kemenakan M. Yacob.
  4.  Alm. Ibu Hj. Salbiah Hadjazi, Kepala Sekolah TK. Al Falah Samarinda, pengasuh dan pembimbing keempat piut Ibu Aminah.

Animasi © Galeri Samarinda Bahari menggunakan tool Deep Nostalgia dari aplikasi MyHeritage dan video editor inShot.

Foto asli milik dan masih bersama keluarga Alm. Hajjah Hariati binti M. Yacob. Pemindaian foto dilakukan pada 2013 dengan sepengetahuan pihak keluarga.

Kegiatan ini guna memperkaya catatan terkait sejarah di Kota Samarinda. Non-profit.

Lebih jauh tentang Galeri Samarinda Bahari sila mengunjungi akun Instagram Galeri Samarinda Bahari.

==***==

 Aminah Sjoekoer
 Dari Wikipedia bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas)
 

Aminah Sjoekoer (lahir di Palembang, 20 Februari 1901 – meninggal di Jakarta, 3 Maret 1968 pada umur 67 tahun) adalah tokoh wanita keturunan indo-Belanda, yang memperjuangkan pentingnya setaraan pendidikan untuk kaum wanita di zaman penjajahan kolonial Belanda, yang bernama asli Atje Voorstad, pendiri Neisjes School, sekolah untuk kaum wanita di Samarinda Kalimantan Timur sekitar tahun 1928. Tak dibesarkan di Samarinda, Atje datang ke Samarinda bersama Raden Rawan, suami pertamanya. Raden Rawan merupakan seorang laki-laki yang mempunyai darah Banjar dari pihak ibunya dan besar di Jakarta. Dari pernikahannya bersama dengan Raden Rawan ini, Atje dikaruniai seorang anak perempuan. Pada saat pindah ke Samarinda, Atje menjadi seorang mualaf dan mengganti namanya menjadi Aminah. Namun, pernikahannya bersama dengan Raden Rawan tak berlangsung langgeng dan memutuskan untuk berpisah.

Atje kemudian menikah dengan seorang pria bernama M. Yacob. Yacob merupakan seorang pegawai kantor. Bersama dengan suaminya ini, Aminah mendirikan Meisje School yang kemudian menjadi Sekolah Kepandaian Putri (SKP) yang berada di Yacob Steg (sekarang bernama Jalan Mutiara). Sekolah yang dirintisnya ini menjadi counter kepada intervensi Kolonial Belanda (1928) yang mengambil alih Hollandsch Inlandsche School (Sekolah Ningrat Pribumi). Dari pernikahannya ini, Aminah melahirkan dua orang anak. Namun, lagi-lagi Aminah berpisah dengan suaminya.

Mengarungi bahtera keluarga untuk ketiga kalinya, Aminah dinikahi oleh seorang pria bernama Sjoekoer dan mendapatkan penambahan nama suaminya di belakang namanya. Bersama dengan Sjoekoer ini, Aminah semakin giat mengajar. Aminah Sjoekoer meninggal di Jakarta pada tanggal 3 Maret 1968 dan dikebumikan di sana. Namun, pada saat Kadrie Oening menjabat sebagai Wali kota Samarinda, jasad Aminah Sjoekoer dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan yang berada di Jalan Pahlawan Samarinda.


Sumber:

Wikipedia bahasa Indonesia






Tuesday, March 16, 2021

Vaksin Covi-19 : Perang Dagang Tingkat Dewa Kelas Dunia

nyt
Sumber NYT Vaksinisasi Sputnik V

Membaca artikel di The New York Times (NYT) dgn judul "It’s Time to Trust China’s and Russia’s Vaccines" published pada 5 Feb 2021 akan terasa kurang kalo tidak melihat penulis-nya yaitu Achal Prabhala dan Chee Yoke Ling . Salah satu sebabnya adalah tulisan ini masuk dalam kategori "Opini" di harian NYT tsb. (Mr) Prabhala adalah seorang aktivis kesehatan masyarakat India yang mempromosikan (secara luas) distribusi vaksin Covid-19 sementara (Ms) Chee adalah seorang pengacara publik di Malaysia yg banyak bekerja (satu dekade terakhir) untuk meningkatkan akses (pada) obat-obatan (di) China. Jadi tidak heran kolaborasi kerja mereka berdua fokus pada distribusi vaksin Covid-19 kepada dunia khususnya dominasi lebel China.

Di Indonesia (lewat postingan di GWA) tulisan opini tsb "dibaca" seperti melihat Daftar 10 Vaksin-Hebat padahal tulisan ini dibuka dgn rasa khawatir dgn keadaan (distribusi vaksin) dunia : bahwa negara-negara terkaya di dunia bergulat dengan kekurangan vaksin Covid-19, beberapa negara termiskin khawatir tentang (tidak) mendapatkan vaksin sama sekali. The Washington Post (27 Jan 2021) sebelumnya menurunkan judul tulisan (Kolom Africa): Hanya satu dari 29 negara termiskin di dunia yang telah memulai vaksinasi virus korona, negara Afrika Barat Guinea adalah satu-satunya negara berpenghasilan rendah dari 29 negara yang mulai vaksinasi ( dgn terbatas: hanya 55 orang dari populasi lebih dari 12 juta). Sebuah gap, ketimpangan distribusi dunia. Kita di Indonesia perlu bersyukur, bahkan di Samarinda Panitia Vaksinisasi menghadapi (kenyataan) sepi antrian Lansia.

Perbandingan Vaksin buatan Barat yg telah "diborong" oleh negara2 kaya di Barat (tapi lbh kecil dlm jumlah populasi) dgn Vaksin China & Russia yg secara kuantitas (qty) mendominasi (spt market share) distribusi & pemakaian oleh negara2 di dunia (dgn jumlah populasi yg lbh besar). Opini di NYT juga mengingatkan bahwa "The fact is that no Covid-19 vaccine has been developed or released as transparently as it should have been". Semua pabrikan masih belum jujur secara terbuka dgn Data mereka. Ini kesimpulan penulis-nya: walaupun Vaksin China dan Rusia kelihatan jelek (dibandingkan dgn Vaksin Barat) pada awal di launching produck tapi itu bukan mengatakan bahwa Vaksin China dan Rusia itu buruk.

Persaingan Marketing pada Pabrikan Vaksin menciptakan Perang Dagang antar Negara di dunia. USA membentuk Quad yg beranggotakan AS, Jepang, Australia dan India. Quad ini semacam G7 atau APEC, dibentuk tahun 2007, dengan tujuan meng-counter  pengaruh global dan regional China (Republika 13 Mar 2021). Quad memutuskan berkomitmen mengirim 1 milyar dosis Vaksin Johnson & Johnson (J&J) ke ASEAN dan Pasifik hingga akhir 2022. Banyak negara sudah melek bahwa Bisnis Industri Farmasi adalah sisi-positip dari pandemi dunia Covid-19. Dia bukan lagi untuk sekedar "memenuhi" kebutuhan vaksin (atau nantinya "obat") untuk menghadapi pandemi. Survival, siapa cepat dia dapat, ketinggalan berarti akan punah.

Bagaimana dgn kita, apa yg terjadi dgn Indonesia?
Menteri Luar Negeri China Wang Yi
"...kedua belah pihak telah menjalankan kesepakatan yang telah dicapai oleh kedua kepala negara".
 
China berjanji akan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan vaksin di Indonesia dan mendukung Indonesia menjadi pusat produksi vaksin di Asia Tenggara (Detik 7 Feb 2021). 

Beberapa ahli kita, berpendapat,  Indonesia wajib memajukan riset terkait pengembangan vaksin dan obat untuk COVID-19. Indonesia kaya bio-diversitas, ada material yang bisa dijadikan obat. Pabrik Produksi sudah ada di sini. Ahli Virus (kelas dunia) bertebarang di Bandung. Laboratorium (termasuk buat Flu Burung) menyebar di seluruh tanah air. Kita sudah punya Label Vaksin Merah-Putih & Vaksin Nusantara. Tapi kita masih juga tekan-menekan (belum menemukan titik temu) dalam kebijakan.

Saya mencatat bahwa kita (pernah) punya sampel Flu-Burung dan selanjutnya punya sampel Covid-19. Lengkap dan data-nya valid. Kita Indonesia, bukan hanya besar dalam populasi (sbg Konsumen) serta juga mampu sbg Pabrikan (Produksi, Labs dan Operator). Bahkan kita bisa melakukan Design karena punya Tenaga Ahli Virus Kelas Dunia dan Sample (original) Virus. Saya juga mencatat bahwa kita pernah (puluhan tahun) punya Industri Migas serta (pernah) punya cadangan minyak melimpah. Lalu kita jadi jagoan jualan crude oil di keanggotaan OPEC (eksport minyak) sampe akhirnya (sekarang) menjadi negara peng-import BBM. Sisa2 kehebatan  Industri Migas Kaltim dapat dilihat "hanya" ada satu Refinery Balikpapan (Pabrik yg mengolah crude oil menjadi BBM) di Kaltim.

Ini teori saya: bilamana Master Plan Ibukota Baru memiliki design pipanisasi gas sampe ke dapur penghuni Ibukota Baru, maka seharusnya kota utama Kaltim juga memiliki rencana distribusi gas sampe ke dapur/rumah. Puluhan tahun LNG-Badak beroperasi di Kaltim artinya komunitas masyarakat Kaltim puluhan tahun akrab dgn Gas. Agar tidak lama dalam ruang eksekutif dan yudikatif pada diskusi "kebijakan" maka sebaiknya pihak-lain (misalnya Perusahaan Daerah Kaltim) ber-inisiatif nekat bertarung, yaitu menjadi Supplier Supply-Gas ke Ibu Kota baru (survive, ketinggalan berarti akan punah)

Sumber:
https://www.nytimes.com/2021/02/05/opinion/covid-vaccines-china-russia.html 
https://www.washingtonpost.com/world/2021/01/26/guinea-covid-vaccinations-poor-countries/
https://www.republika.co.id/berita/qpwh8r318/babak-baru-perang-vaksin-as-vs-china
https://news.detik.com/internasional/d-5364583/menlu-china-wang-yi-telepon-menko-luhut-bahas-kerja-sama-vaksin-covid
https://nasional.tempo.co/read/1441851/soal-uji-klinis-vaksin-nusantara-pandu-riono-duga-dpr-tekan-bpom


Monday, March 15, 2021

Perbedaan Sensus Penduduk 2020 dengan Adminduk

 

bps
Sensus Penduduk 2020

Teknik “Social-Distancing” (kebijakan Masker, Cuci Tangan, Jarak)  didukung oleh teori Mobilisasi-Manusia sbg kendaraan  penyebaran (antar manusia) Covid-19. Angka Perbedaan (SP2020 dgn Adminduk) sebesar 1,15 Juta Jiwa adalah jumlah Orang-Indonesia yg punya sifat “Aktif Berpindah” atau Mobilitas tinggi

Selain disebabkan oleh perintah Undang-Undang, kenapa BPS (bersusah-payah plus menghamburkan Anggaran yg tidak kecil) ngotot melaksanakan Sensus Penduduk tahun 2020

Inilah sebuah cara ilmiah (Statistika) untuk mengatakan bahwa “Data Adminduk” (yg berbentuk data digital) sudah significant (dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah) dgn “membandingkan” dgn data empiris (data lapangan atau sensus). Catatan: Dalam penyelenggaraan Sensus Penduduk 2020 juga menyelenggarakan (sampling) secara electronic data digital  penduduk di Adminduk.

Bagaimana Hasil Sensus Penduduk 2020 menjelaskan data Covid-19 Indonesia?

Setelah satu tahun mengalami pandemi Covid-19, per tanggal 15 Mar 2021 (DetikCom) total kasus positip sebanyak 1.425.004 (124%), sementara  orang yg bersifat “Mobilitas Tinggi” sebanyak 1.15 Juta (100%). 

 Saya ingin mengatakan ini : dari 100% penyebaran Covid-19, hanya 24% disebabkan oleh orang-orang bersifat “Mobilitas Tinggi”. Dugaan saya (perlu diuji dgn data lapangan dari kantor Kesehatan) 64% penyebaran Covid-19 dari orang2 tanpa “Mobilitas Tinggi”. Bila hal ini terbukti, bukankah Kebijakan yg “membatasi” pergerakan “Orang Aktif” hanya bisa meng-cover “24% area yg seharusnya di monitor” ?!?

Contoh di atas memperlihatkan karena ada-nya “perbedaan-data” kita bisa melakukan aneka analisa. “Variasi Data” karena unsur-waktu ataupun berbeda sumber-data akan bisa mem-perkaya prinsip Perencaan Pembangunan. Penerapan “One-Data” akan menambah Risk.


sumber:

BPS Sensus Penduduk 2020

DetikCom